ASKEB KEGAWAT DARURATAN
PREEKLAMSI DAN EKLAMSI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Pre-eklamsia merupakan gangguan
hipertensi yangg paling sering terjadi pada kehamilan. Pre-eklamsia
diperkirakan secara luas menyerang 3-5% kehamilan (Robert dan Cooper, 2001) atau
satu dari sepuluh kehamilan (Action on Pre-eklamsia (APEC), 2005a) dengan
insiden pre-eklamsia berat mencapai sekitar 1% (Nelson-Piercy, 2002) atau satu
dari 50 kehamilan (APEC, 2005a). Akan tetapi, sulit memberikan insiden pasti
karena spektrum faktor yang muncul begitu luas, yang memiliki rentang dari
ringan hingga mengancam jiwa, dan kurangnya kriteria diagnostik yang diterima
secara universal.
Pre-eklampsi
dan eklampsi merupakan penyakit hipertensi yang khas dalam kehamilan, dengan
gejala utama hipertensi yang akut pada wanita hamil dan wanita dalam masa
nifas. Pada tingkat tanpa kejang disebut pre-eklampsi dan pada tingkat dengan
kejang disebut eklampsi. Pre-eklampsi memperlihatkan gejala hipertensi, edema
dan proteinuria. Kadang-kadang hanya hipertensi dengna proteinuria atau
hipertensi dengan edema. Gejala eklampsi sama dengan pre-eklampsi ditambah
dengan kejang dan atau koma. Jadi, pre-eklampsi dan eklampsi merupakan satu
penyakit, hanya tingkatnya yang berlainan.
Pada umumnya,
pre-eklampsi dan eklampsi baru timbul sesudah minggu ke-20 dan makin tua
kehamilan makin besar kemungkinan timbulnya penyakit tersebut. Pada
molahidatidosa penyakit ini dapat timbul sebelim minggu ke-20. Setelah
persalinan, gejala-gejala berangsur hilang sendiri. Untuk diagnosis, pada
wanita yang hamil 20 minggu atau lebih harus ditemukan hipertensi dengan
proteinuria dan edema atau sekurang-kurangnya hipertensi dan proteinuria.
Eklampsi adalah
kejang pada wanita hamil, dalam persalinan atau dalam masa nifas yang disertai
gejala-gejala pre-eklampsi (hipertensi, edema atau proteinuria). Eklampsi
pascapersalinan dapat terjadi segera (early postpartum), yaitu setelah 24 jam
sampai 7 hari pascapersalinan atau lambat (late postpartum) setelah 7 hari
pascapersalinan selama masa nifas (jarang). Kadang-kadang terjadi eklampsi tanpa
kejang, gejala yang menonjol adalah koma. Eklampsi semacam ini disebut
“eclampsi sine eclampsi” dan terjadi kerusakan hati yang berat. Oleh karena
kejang merupakan gejala yang khas dari eklampsi, eclampsi sine eclampsi” sering
dimasukan ke dalam pre-eklampsi yang berat.
Penyakit
hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi sebelum
kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada masa nifas. Golongan penyakit
ini ditandai dengan hipertensi dan sering disertai proteinuria, edema, kejang,
koma. Penyakit ini cukup sering dijumpai dan masih merupakan salah satu
penyebab kematian ibu. Di Amerika Serikat, misalnya 1/3 dari kematian ibu
disebabkan oleh penyakit ini. Di RS dr.
Hasan sadikin terdapat 5,8% kasus
pre-eklamsia dan 0,6% kasus eklamsia pada periode 1991-1994. Hipertensi dalam
kehamilan juga menjadi penyebab yang penting dari kelahiran mati dan kematian
perinatal. Kematian bayi ini terutama disebabkan oleh partus prematurus yang
merupakan akibat dari penyakit hipertensi (Sulaiman, 2005).
Kejadian kejang
adalah sekitar 0,5-2% pada populasi ibu hamil. Kejang adalah kelainan system
saraf pusat yang terjadi secara mendadak dengan manisfestasi klinik kehilangan
koordinasi neuromotorik. Kejang dapat diikuti kehilangan atau penurunan kesadaran
dan terjadi berulang. Kejang sering dikaburkan dengan epilepsy yang merupakan
kejadian yang paling banyak. Epilepsy sebenarnya merupakan gangguan neurologis
yang terjadi mendadak, tanpa didahului kejadian apapun dan dapat terjadi
berulang. Epilepsy dapat terjadi akibat gangguan neurologis, gangguan
metabolism, gangguan system saraf sentral (Manuaba, 2007).
Syok dapat
merupakan keadaan terdapatya pengurangan yang sangat besar dan tersebar luas
pada kemampuan pengangkutan oksigen serta unsur- unsur gizi lainnya secara
efektif ke berbagai jaringan shock tidak terjadi dalam waktu lebih lama dengan
tanda klinis penurunan tekanan darah, dingin, kulit pucat, penurunan cardiac
output.Syok yang terjadi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu Syok
hipovolemik atau oligemik, syok kardiogenik, syok obstruksi dan distribusi
dengan manifestasi klinis sesuai dengan derajat syok yang terjadi.
Mempertahankan perfusi darah yang memadai pada organ-organ vital merupakan
tindakan yang penting untuk menyelamatkan jiwa penderita. Perfusi organ
tergantung tekanan perfusi yang tepat, kemudian curah jantung dan resistensi
vakuler sistemik. Pasien bisa menderita lebih dari satu jenis syok secara
bersamaan. Penatalaksanaan syok secara umum dapat dilakukan dengan mengatur
posisi tubuh, mempertahankan respirasi dan sirkulasi darah.
1.2. RUMUSAN MASALAH
a. apa ppengertian tentang pre eklamsia dan
eklamsia ?
b. apa tanda dan gejala pre eklampsia dan
eklampsia ?
c. apa penyebab pre eklamsia dan eklamsia ?
d. bagaimana cara penatalaksanaa pre eklamsia
dan eklamsia ?
1.3. TUJUAN MASALAH
a. Untuk mengetahui definisi tentang pre
eklamsia dan eklamsia.
b. Untuk mengetahui tanda dan gejala pre
eklamsia dan eklamsia.
c. Untuk mengetahui penyebab pre eklamsia dan
eklamsia.
d. Untuk mengetahui penatalaksanaa pre eklamsia
dan eklamsia.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Pre-eklamsia dan Eklamsia
2.1.1
Definisi Pre-eklamsia dan Eklampsia
Pre-eklamsia didefinisikan sebagai gangguan
yang terjadi pada paruh kedua kehamilan dan mengalami regresi setelah
pelahiran, ditandai dengan kemunculan sedikitnya dua dari tiga tanda utama
yaitu hipertensi, edema dan proteinuria. Sebagian besar definisi saat ini
menyertakan edema karena pengajian edema bersifat subjektif dan dirasa tidak
memiliki nilai diasnotik atau pronostik (North et al., 1999; Higgins dan de
Swiet, 2001) walaupun Higgins dan de Swiet (2001) menyatakan bahwa perkembangan
cepat edema berat harus selalu diperiksa karena dapat menandakan perkembangan
pre-eklamsia atau kondisi patologis lain, seperti penyakit jantung atau ginjal.
Pre-eklamsia umumnya dianggap sebagai
satu sindrom (sekelompok tanda dan gejala yang dapat dikenali sebagai satu
kesatuan), bukan satu penyakit (yang
dapat didiagnosis melalui melalui satu pemeriksaan spesifik yang menunjukan
faktor penyebab tertentu) (Redman ,
1994; Robson 2002).
Semakin diketahui bahwa ganguan ini
lebih dari sekedar hipertensi dan proteinuria. Terdapat keterlibatan milti
organ dan sistem akibat disfungsi sel endotelmaternal, tang tampak sebai bagian
dari respons radang intravaskular maternal yang lebih menyeluruh (Robson, 2002)
yang berkaitan dengan vasospasme dan kurang perfusi (Robert dan Cooper, 2001).
Diagnosa dini tidak selalu mudah
dilakukan karena presentasi dan progesi dapat sangat bervariasi biasanya,
hipertensi terjadi sebelum proteinuria. Akan tetapi, beberapa wanita dapat
mengalami manifestasi hipertensi parah tanpa mengalami proteinuria (Higgins dan
de swiet, 2001), sedangkan wanita lain dapat mengalami proteinuria sebelum
terjadi peningkatan nyata tekanan darah (Redman, 1994).
Eklamsia merupkan kejadian konvunsi
selama kehamilan atau dalam sepuluh hari kelahiran yang berkaitan dengan
preeklamsia (robson,2002) atau konvulsi pada semua wanita yang pernah atau saat
ini mengalami hipertensi pada kehamilan (walker, 2000).
2.1.2
Gejala Tanda
2.1.2.1 Gejala tanda pre-eklampsia
1. odema pada wajah, tungkai, tangan
(cincin kawin yg menjadi ketat) kaki: penambahan berat badan yang mendadak.
2. tekanan darah. Kenaikan yang
progresif sepanjang kehamilan, atau kenaikan lebih dari 20 mmHg pada tekanan
sistolik atau 10 mmHg pada tekanan diastol diatas hasil pengukuan awal
kehamilan.
3. proteinuria. Partikel-partikel
protein yang padat ditemukandalam urin sesudah di didihkan, sebagai akibat dari
kerusakan sebenernya pada ginjal, proteinuria merupakan tanda bahwa peristiwa
preeklamsi tersebut serius(Helen. 2001)
2.1.2.2 Gejala tanda eklamsi
Peningkatan mendadak intensitas
pre-eklampsia dan timbulnya sejumlah gejala, gejala mengantuk yang bertambah,
mata yang berputar-putar, kedutan, pernapasan tidak teratur. Serangan kejang
ini mempunyai lama intensitas dan frekuensi yang bervariasi. Jika kejangnya
berat, pasien dapat mengalami kegagalan jantung serta edema paru dan masuk
kedalam kondisi yang kritis. Komplikasi lainnya adalah edema serebral, serangan
serebrovaskular (stroke), pelepasan sebagian plasenta dan koagulasi
intravaskular diseminata. Gangguan oksigenasi pada janin dapat menyebabkan
kematian janin.
2.1.2.3 Komplikasi Eklampsi
1. Edema
Paru
Kejang
eklampsia dapat menyebabkan paru. Terdapat paling tidak dua sumber yaitu:
a. Dapat
terjadi pneumonitis aspirasi setelah inhalasi isi lambung jika kejang disertai
oleh muntah.
b. Kombinasi
hipertensi berat dan pemberian cairan intravena dalam jumlah besar dapat
menyebabkan gagal jantung.
Wanita pre-eklampsi
berat eklampsia yang mengalami edema paru biasanya mengalaminya pada masa
pascapartum. Aspirasi isi lambung, akibat kejang atau mungkin dari anestesi,
atau sedasi berlebihan, harus disingkirkan, namun sebagian besar wanita ini
mengalami gagal jantung. Beberapa perubahan yang normal terjadi pada kehamilan
mengalami penguatan oleh pre-eklampsia-eklampsia dan hal ini memudahkan
terjadinya edema paru. Hal yang penting, tekanan onkotik plasma berkurang
bermakna pada kehamilan anterm normal karena berkurangnya albumin serum, dan
pada pre-eklamsia tekanan onkotik ini turun semakin jauh. Pemberian cairan
intravaskular dalam jumlah sedang dan pencegahan ekspansi volume dapat
membatasi timbulnya komplikasi ini
.
2. Kebutaan
Pada
sekitar 10% wanita, kejang eklamsi sedikit banyak diikuti oleh kebutaan.
Kebutaan juga dapat timbul secara spontan pada pre-eklamsia. Terdapat paling
tidak dua penyebab:
a.
ablasio retina dengan derajat
bervariasi.
b. Iskemia,
infark atau edema lobus oksipitalis.
Meski
penyebabnya adalah patologi otak atau retina, prognosis pulihnya penglihatan
baik dan biasanya berselang-seling dalam seminggu. Sekitar 5% pasien akan
mengalami perubahan kesadaran yang substansial, termasuk koma menetap, setelah
kejang. Hal ini disebabkan oeh edema otak yang luas, sedangkan herniasi unkus
transtentorium dapat menyebabkan kematian pada pasien ini.
3. Kematian
Pada
sebagian kasus eklamsia, pasien meninggal mendadak bersamaan dengan kejang atau
segera sesudahnya, akibat perdarahan otak yang luas. Perdarahan subletal dapat
menyebabkan hemiplegia. Perdarahan otak lebih besar kemungkinan terjadi pada
wanita yang lebih tua dengan hipertensi kronis. Meskipun jarang, perdarahan
daat juga disebabkan oleh ruptur aneurisma berry atau malformasi arteriovena (Leveno, 2009).
2.2 Hipertensi dalam
Kehamilan
2.2.1
Pengertian
Hipertensi dalam kehamilan adalah
hipertensi yang terjadi pertama kali sesudah kehamilan 20 minggu, selama
persalinan, dan atau dalam 48 jam pacsa persalinan.
2.2.2
Penilaian
Tekanan
Darah
a. Tekanan
darah meningkat ≥ 140/90 disertai dengan gejala atau tanda lainyaitu nyeri
kepala, ganguan penglihatan, heperefleksia, proteinuria, koma dalam kehamilan
< 20 minggu disebut hipertensi kronik atau pre-klamsia. Jika tanda dan
gejala tersebut terjadidalam kehamilan > 20 minggu tidak disertai kejang
disebut hipertensi atau pre-eklamsia ringan atau pre-eklamsia berat, dan ika
tanda dan gejala tersebut disertai kejang disebut eklamsia.
b. Tekanan
darah normal disertai dengan;
1. Tanda
dan gejala lain seperti kejang, atau riwayat kejang (+),demam (-), dan kaku
kuduk (+) disebut epilepsi.
2. Tanda
dan gejala seperti demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk (+) dan disorientasi disebut
dengan malaria serebral atau meningitis atau ensefalitis.
3. Tanda
dan gejala lain seperti trismus, spasme otot muka disebut tetanus.
4. Tanda
dan gejala lain seperti nyeri kepala, ganguan penglihatan, muntah, riwayat
gejla serupa disebut dengan migraine.
2.2.3
Gejala dan Tanda
1.
tekanan darah diastolik merupakan
indikator dalam penanganan hipertensi dalam kehamilan, oleh karena tekanan
diastolik mengukur tahanan periper dan tidak tergantung keadaan emosianal
pasien.
2.
diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan
darah lebih dari 90 mmHg pada 2 pengukuran berjarak 1 jam atau lebih.
3.
hipertensi dalam kehamilan dapat dibgi
dalam :
a.
hiperetensi karena kehamilan, jika
hipertensi terjadi pertama kali sesudah kehamilan 20 minggu, selama kehamilan,
atau dalam 48 jam persalnan.
b.
hipertensi kronik, jika hipertensi terjadi
sebelum kehamilan 20 minggu.
2.2.4 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan
Diagnosa
|
Tekanan darah
|
Tanda lain
|
Hipertensi karena kehamilan
1.
Hipertensi
2.
Preeklamsi ringan
3.
Preeklamsi berat
4.
Eklamsia
|
1.
Kenaikan tekanan diastolik 15
mmHg atau >90 mmHg dalam 2 pengukuran berjarak 1 jam atau tekanan
diastolik sampai 110 mmHg
2.
Idem
3.
Tekanan diastolik >110 mmHg
1.
hipetensi
|
1.
Proteinuria (-)
2.
Kehamilan >20 minggu
1.
Proteinuria 1+
1.
Roteinuria 2+
2.
Oliguria
3.
Hiperrefleksia
4.
Gangguan penglihatan
5.
Nyeri epigastrium
1.
Kejang
|
Hipertensi kronik
1.
Hipertensi kronik
2.
Superimposed
pre-eclansia
|
1.
Hipertensi
2.
Hipertensi kronik
|
1.
Kehamilan<20 minggu
2.
Proteinuria+ tanda-tanda lain dari eklamsia
|
Pencegahan
hipertensi dalam kehamilan
1. Pembatansan
kalori, cairn dan garam tidak dapat mencegah hipertensi dalam kehamilan, bahkan
dapat berbahaya bagi janin
2. Manfaar
aspirin, kalsium, dan obat-obatan pencegah hipertensi dalam kehamilan belum
terbukti.
3. Deteksi
dini dan pencegahan ibu hamil dengan faktor-faktor risiko sangat penting pada
penengnan hipertensi dalam kehamilan dan pencegahan kejang. Follow upteratur dan nasihan yang jelas
bilamana pasien harus kembali. Suami dan anggota keluarga lain harus diberi
penjelasan tentang tanda-tanda hipertensi dalam kehamilan dan pelunya dukungan
sosial atau moral kepasa pasien.
2.2.5
Komplikasi
1.
Iskemi uteroplasenta
a.
Pertumbuhan janin terhambat
b.
Kemataian janin
c.
Persalinan prematur
d.
Sulosio plasenta
2.
Spasme arteriolar
a.
Perdarahan serebral
b. Gagal
jantung, gagal ginjal, hati
c. Ablasio
retina
d. Tromoembolisme
e. Gangguan
pembukaan darah
3. Kejang
dan koma
a. Trauma
karena kejang
b. Aspirasi
cairan, darah, muntahan, dengan akibat gangguan pernafasan
c. Penanganan
tidak tepat
d. Pneumonia
e. Infeksi
saluran kemih
f. Kelebihan
cairan
g. Komplikasi
anastesi atau tinadakan obstetrik
2.2.6
Pencegahan
1. Pembatasan
kalori, cairan, dan diet rendah garam tidak dapat mencegah hipertensi karen
kehamilan, malah dapat membahayakan janin.
2. Manfaat
aspirin, kalsium, dan lain-lain dalam mencegah hipertensi karena kehamilan
belum terbukti.
3. Yang
lebih perlu adalah deteksi dini dan penanganan cepat tepat. Kasus harus
ditinbaklanjuti secara reguler dan diberi penangan yang jelas bilamana harus
kembali kepelayanan kesehatan. Dalam rencana pedidikan keluarga (suami, orang
tua, mertua, dll) harus dilibatkan sejak awal.
4. Pemasukan
cairan terlalu banyak mengakibatakan odema paru.
2.3
Hipertensi
kronik
Hipertensi
yang di dapatkan sebelum kehamilan, dibawah 20 minggu umur kehamilan, dan
hipetensi tidak menghilang setelah 12 minggu pacsa persalinan.
2.4
Diagnosa
banding
Jika
tekanan darah sebelum kehamilan 20 minggu tidak diketehui, sulit membedakan
antara preeklamsi dan hipertenssi kronik, dalam hal demikian, tangani sebagai
hipertensi karena kehamilan.
2.5 Klasifiasi
hipertensi kronik
Klasifikasi (mmHg)
|
Sistolik (mmHg)
|
Diagnosis (mmHg)
|
Normal
prehipertensi
hipertensi stadium I
hipertensi stadium II
|
<120
120-139
140-159
≥160
|
<80
80-90
90-99
≥110
|
2.6 Kejang
dalam Kehamian
2.6.1
Definisi
Serangan
merupkan kedaduratan medic yang mengancam nyawa. Jika kejang timbul untuk
pertama kali selama separuh kehamilan terakhir, maka kecurigaan pertama ahli
kebidanan adalah eklamsia, terutama jika disertai dengan hipertensi,
proteinuria dan edema. Tetapi penyebab nonobstetrik juga harus dipertimbangkan.
Jika serangan kejang umum atau satu sisi mendadak berkembang pada pasien yang
diketahui tidak menderita epilepsi maka diagnosis keracunan obat, infeksi serta
penyakit metabolik dan endokrin.
2.6.2
Gejala dan tanda
Kejang
umum grandmal dimulai dengan kehilangan kesadaran mendadak, tangisan, jatuh ke lantai, gerakan otot lidah dan
anggota gerak tonik, kemudian klonik, serta kadang-kadang dengan inkontinensia sfingter dan kelainan
outonom lainnnya. Bila aktivitas motorik berakhir, maka pasien berada daam
keadaan koma pasca kejang, yang mungkin berlangsung sampai setengah jam. Ketika
koma meredah, maka timbul kekacauan mental, mengantuk dan nyeri kepala.
Kejanghebat
dapat menyebabkan hipoksia, asidosis dan penimbunan asam laktat sekunder karena
spasme saluran pernapasan, obstruksi jalan pernapasan, dan aktivitas otot yang
berebihan. Serangan kejang hebat dapat menyebabkan henti napas atau henti
jantung.
Gejala
penyerta dapat meliputi nyeri kepala, gangguan penglihaatan, gangguan bicara,
kelemahan otot dan disorientasi.
2.7
Syok Dalam Kebidanan
2.7.1 Definisi
Syok
adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah ke dalam jaringan
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhanoksigen dan nutrisi jaringan dan tidak
mampu mengeluarkan hasil metabolisme. Penyebab terjadinya syok dalam kebidanan
yang terbanyak adalah perdarahan, kemudian neurogenik, kardiogenik,
endotoksik/septic, anafilaktik, dan penyebab syok yang lain seperti emboli,
komplikasi anestesi, dan kombinasi
2.7.2
Jenis dan Etiologi
a. Syok
hemoragik adalah suatu syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak akibat
perdarahan pada kehamilan muda.
b. Syok
neurogenik adalah syok yang terjadi karena rasa sakit yang berat disebabkan
oleh kehamilan ektopik yang terganggu.
c. Syok
kardiogenik adalah syok yang terjadi karena kontraksi otot jantung yang tidak
efektif yang disebabkan oleh infark otot jantung dan kegagalan jantung, dan
sering dijumpai di penyakit-penyakit katup jantung.
d. Syok
endotoksik/septik adalah suatu gangguan menyeluruh pembuluh darah yang disebabkan
oleh lepasnya toksin. Penyebab utama adalah infeksi bakteri gram negatif.
e. Syok
anafilaktik adalah syok yang terjadi akibat alergi/hipersensitif terhadap
obat-obatan.
f. Syok
hipovolemik adalah Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dengan kehilangan
cairan yang cepat, menyebabkan kegagalan organ multiple akibat perfusi yang
tidak adekuat (kolecki &Menckhoff, 2005).
g. Penyebab syok yang lain seperti
emboli air ketuban, udara atau thrombus, komplikasi anestesi, (sindroma
mendelson) dan kombinasi seperti pada abortus inkokompletus (hemoragik dan
endoktosin) dan kehamilan ektopik terganggu dan rupture uteri (hemoragik dan
neurogenik).
2.7.3
Patogenesis
Mikroorganisme mengeluarkan
endoktoksin yang dapat mengaktifan system komplemen dan sitokin, mengawali
reaksi inflamasi.Kejadian ini berhubungan dengan DIC yang ekstensif karena
antiplasmin tidak dapat mengatasinya.Syok menyebabkan vasodilatasi, tahanan
perifer pembuluh darah menurun, dan hipotensi.Selanjutnya distribusi aliran
darah kurang/jelek sehingga perfusi darah ke organ tidak adekuat menyebabkan
kerusakan jaringan multiorgan dan kemtaian.Mediator inflamasi meningkatkan
permeabilitas kapilar sehingga cairan keluar dari pembuluh darah, khusus pada
parinkem paru akan menyebabkan edema pulmonum.
2.7.4Diagnosis
a. Nadi
cepat dan lemah (110 kali per menit atau lebih).
b. Tekanan
darah yang rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg).
2.7.5 Tanda dan Gejala
1. Pucat
(khususnya pada kelopak mata bagian dalam,telapak tangan, atau sekitar mulut).
2. Keringat
atau kulit yang terasa dingin dan lembab.
3. Pernapasan
yang cepat (30 kali per menit atau lebih).
4. Gelisah,
bingung, atau hilangnya kesadaran.
5. Urin
yang sedikit (kurang dari 30 ml per jam).
Gejala klinik syok pada umumnya
sama pada semua jenis syok antara lain tekanan darah menurun, nadi cepat, dan
lemah akibat pendarahan. Jika terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kulit
menjadi pucat, keringat dingin, sianosis jari-jari kemudian diikuti sesak
napas, penglihatan kabur, gelisah dan oliguria/anuria, dan akhirnya dapat menyebabkan
kematian ibu.
2.7.6 Komplikasi
Syok yang tidak dapat
segera diatasi akan merusak jaringan di berbagai organ, sehingga dapat menjadi
komplikasi-komplikasi seperti gagal ginjal akut, nekrosis hipofise, dan
koagulasi intravaskular diseminata (DIC).
2.7.7
Penanganan
Jika terjadi syok
tindakan yang harus segera yang dilakukan antara lain sebagai berikut:
1. Cari
dan hentikan segera penyebab perdarahan.
2. Bersihkan
saluran napas dan beri oksigen atau pasang selang endotrakheal.
3. Naikan
kaki ke atas untuk meningkatkan aliran darah ke sirkulasi sentral.
4. Pasang
2 set infuse atau lebih untuk transfuse cairan dan obat-obat I.V bagi pasien
yang syok. Jika sulit mencari vena lakukan atau pasang kanul intrafemoral.
5. Kembalikan
volume darah dengan:
a. Darah
segar (whole blood) dengan cross-matched
dari grup yang sama, kalau tidak tersedia berikan darah O sebagai life-saving.
b. Larutan
kristaloid: seperti ringer laktat, larutan gram fisiologis atau glukosa 5%.
c. Larutan
koloid : dekstran 40-70, fraksi protein plasma (plasma protein fraction), atau
plasma segar.
6. Terapi
obat-obatan
a. Analagesik:
morfin 10-15 mg I.V.
b. Kortikosteroid:
hidrokortison1g atau deksametason 20 mg I.V.
c. Sodium
bikarbonat : 100 mEq I.V.
d. Vasepresor
:untuk menaikan tekanan darah dan mempertahankan perfusi renal
e. Dopamine
: 2,5 mg/kg/menit I.V.
f. Beta-adrenergik
stimulant : isoprenalin 1 mg dalam 500 ml glukosa 5% I.V. infuse pelan-pelan.
h. Monitoring
a. Central
venous pressure (CVP) : normal 10-12 cm air
b. Nadi
c. Tekanan
darah
d. Perbaikan
klinik : pucat, sianosis, sesak, keringat dingin, dan kesadaran.
2.8 SYOK HEMORAGIK
Syok
hemoragik adalah suatu syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak yang
dapat disebabkan oleh perdarahan anterpatum seperti plasenta previa, solusio
plasenta, dan rupture uteri, juga disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan
seperti atonia uteri dan laserasi serviks/vagina.
Klasifikasi
perdarahan
Kelas
|
Jumlah
perdarahan
|
Gejala
klinik
|
I
|
15%
(ringan)
|
·
Tekanan darah dan nadi normal
·
Tes Tilt (+)
|
II
|
20-25%
(sedang)
|
·
Takikardi-takipnea
·
Tekanan nadi < 30 mmHg
·
Tekanan darah sistolik rendah
·
Pengisian darah kapilar lambat
|
III
|
30-35%
(berat)
|
·
Kulit dingin, berkerut, pucat
·
Tekanan darah sangat rendah
·
Gelisah
·
Oliguria (< 30 ml/jam)
·
Asidosis metabolic (PH < 7,5)
|
IV
|
40-45%
(sangat berat)
|
·
Hipotensi berat
·
Hanya nadi karotis yang teraba
·
Syok ireversibel
|
Table 31 -1.klasifikasi perdarahan
“Tilt
Test” yaitu bila pasien didudukan terjadi hipotensi dan atau takikardi,
sedangkan dalam keadaan berbaring tekanan darah dan frekuensi nadi masih
normal.
A.Fase
syok
Perempuan
hamil normal mempunyai tolerensi terhadap perdarahan 500-100 ml pada waktu
persalinan tanpa bahaya oleh karena daya adaptasi fisiologik kardiovaskuler dan
hematologic selama kehamilan. Jika perdarahan terus berlanjut, akan menimbulkan
fase-fase syok sebagai berikut.
B. Fase kompensasi
a.
Rangsangan / refleks simpatis: respons
pertama terhadap kehilangan darah adalah vasokontriksi pembuluh darah perifer
untuk mempertahankan pasokan darah ke organ vital.
b.
Gejala klinik: pucat, takikardi,
takipnea.
C.
Fase dekompensasi
a.
Perdarahan lebih dari 1000 ml pada
pasien normal atau kurang karena faktor-faktor yang ada.
b.
Gejala klinik: sesuai gejala klinik syok
diatas.
c.
Terapi yang adekuat pada fase ini adalah
memperbaiki keadaan dengan cepat tanpa meninggalkan efek samping.
D.Fase
kerusakan jaringan dan bahaya kehamilan
Penanganan
perdarahan yang tidak adekuat menyebabkan hipoksia jaringan yang lama dan
kematian jaringan dengan akibat berikutini:
a. Asidosis
metabolik: disebabkan metabolisme anaerob yang terjadi karena kekurangan
oksigen.
b. Dilatasi
arteriol: akibat pengumpulan hasil metabolisme selanjutnya menyebabkan
penumpukan dan stagnasi darah di kapilar dan keluarnya cairan ke dalam jaringan
ekstravaskular.
c. Koagulasi
intravascular yang luas (DIC) disebabkan lepasnya tromboplastin dari jaringan
yang rusak.
d. Kegagalan
jantung akibat berkurangnya aliran darah koroner.
e. Dalam
fase ini kematian mengancam.
2.8.3 Penanganan syok hemoragik dalam
kebidanan
Bila terjadi syok hemoragik dalam
kebidanan, segera lakukan resusitasi, berikan oksigen, infuse cairan, dan
transfuse darah dengan “cross matched”. Diagnosis plasenta previa/ solusio
plasenta dapat dilakukan dengan bantuan USG.Selanjutnya atasi koagulasi dan
lakukan pengawasan janin dengan memonitori denyut jantung janin.Bila terjadi
tanda-tanda hipoksia segera lahirkan anak.
Jika terjadi atonia uteri pasca
persalinan segera lakukan masase uterus, berikan suntikan metil-ergometrin (0,2
mg) I.V. dan oksitosin I.V. atau per infuse (20-40 U/I), dan bila gagal
menghentikan perdarahan lanjutkan dengan ligasi hipogastrika atau histerektomi
bila anak sudah cukup. Kalau ada pengalaman dan tersedia peralatan, dapat
dilakukanembolisasi iliaka internal dengan bantuan transkateter.Semua laserasi
yang ada sebelumnya harus dijahit.
2.9SYOK
HIPOVOLEMIK
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis
atau bedah dengan kehilangan cairan yang cepat, menyebabkan kegagalan organ
multiple akibat perfusi yang tidak adekuat (kolecki &Menckhoff, 2005) syok
hipovolemik merupakan kondisi klinis dengan perfusi jaringan relative tidak
adekuat karena hilangnya darah atau plasma setelah cedera pada pembuluh
darah.Syok hipovolemik juga dapat memicu pertimbangan diagnosis banding
deprivasi cairan (dehidrasi berat, muntah dan diare berlebihan) dan kondisi yang
menyebabkan perpindahan cairan tidak tepat seperti pre-eklamsia, sepsis, atau
anafilaksis.
Perdarahan ringan
kelas I
|
Perdarahan sedang
kelas II
|
Perdarahan berat
kelas III
|
Perdarahan massif
kelas IV
|
15%
volume darah (1000 ml)
|
20-25%
(hingga 1600 ml)
|
30-35%
volume darah (hingga 2400 ml)
|
40%
volume darah (melebihi 2400 ml)
|
Takikardi
ringan/ tidak ada
|
Takikardi
(frekuensi jantung 110-130/ menit)
|
Takikardia
bermakna (frekuensi jantung 120-160/menit)
|
Takikardia
bermakna
|
Tekanan
darah dan pernapasan normal, tidak ada perubahan pada tekanan nadi
|
Penurunan
tekanan nadi takipnea sedang uji pemucatan kapiler positif
|
Hipotensi
takipnea (pernapasan >30/menit) perubahan tekanan darah makna
|
Tekanan
darah sistolik <80 mmHg nadi perifer tidak ada
Perubahan
tekanan darah berlebihan
|
Uji
kemiringan negative
|
uji
kemiringan positif
|
Kulit
dingin, berkeringat, perubahan warna kulit
|
Perubahan
status mental/ disorientasi/ konfusi
|
Haluaran
urine normal, tidak ada perubahan tanda-tanda vital dasar
|
Kompensesi
sedang tanda-tanda vital
|
Oliguria
perubahan tanda-tanda vital secara makna
|
Oliguria
atau anuria
Perubahan
tanda mental yang mengancam jiwa
|
Table 8.1. tanda dan gejala
kehilangan darah dan hipovolemik pada wanita hamil cukup bulan(ferouz, 1999).
2.9.1 Etiologi
(penyebab)
a. Kehilangan darah atau syok hemoragik
karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptura
limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
b. Trauma yang berakibat fraktur tulang
besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus
menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000–1500 ml
perdarahan.
c. Kehilangan cairan intravaskuler lain
yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler,
misalnya pada:
Ø Gastrointestinal: peritonitis,
pankreatitis, dan gastroenteritis.
Ø Renal: terapi diuretik, krisis
penyakit Addison.
Ø Luka bakar (kombustio) dan
anafilaksis.
2.9.2Manifestasi Klinik
Manifestasi
klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik) yang meliputi :
a. Sistim pernafasan : nafas cepat dan
dangkal
b. Sistim sirkulasi : ekstremitas
pucat, dingin, dan berkeringat dingin, nadi cepat dan lemah,tekanan darah turun
bila kehilangan darah mencapai 30%.
c. Sistim saraf pusat : keadaan mental
atau kesadaran penderita bervariasin tergantung derajat syok, dimulai dari
gelisah, bingung sampai keadaan tidak sadar.
d. Sistim pencernaan : mual, muntah
e. Sistim ginjal : produksi urin
menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)
f. Sistim kulit/otot : turgor menurun,
mata cowong, mukosa lidah kering.
Secara
klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:
a. Hipotensi: tekanan sistole kurang
dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata rata) kurang dari 60 mmHg, atau
menurun 30% lebih.
b. Oliguria: produksi urin kurang dari
20 ml/jam.
Perfusi perifer yang buruk, misalnya
kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek. Gejala syok
hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya
volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan
tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi.Pasien muda dapat dengan mudah
mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan
takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun
terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan
kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.
Apabila syok telah terjadi,
tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari
15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit.
Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu:
a. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit
kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya
perfusi jaringan.
b. Takhikardia: peningkatan laju
jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting untuk
hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi
mengurangi asidosis jaringan.
c. Hipotensi: karena tekanan darah
adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung,
vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan
darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri
turun tidak di bawah 70 mmHg.
2.9.3Patofisiologi
1.
Fase
Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac
output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi
belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler.Mekanisme kompensasi dilakukan
melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot
skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital.Faktor humoral
dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan
konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar
oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan
detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan
peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah
ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun,
maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri
tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh.Faktor utama yang berperan
adalah jantung.Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan
seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah
menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme
terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel.
Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi
bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter
prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali
ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga
dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular
Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat
vasomotor dan respirasi di otak.Keadaan ini menambah hipoksia jaringan.Hipoksia
dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan
(histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan
memperlemah fungsi jantung).Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan
integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke
sirkulasi.Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek
keadaan.Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim
retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.Hipoksia
jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik.Akibatnya
terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan
timbunan asam karbonat di jaringan.
3.
Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan
sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki.Kekurangan oksigen
mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi,
jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul
edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan
hiperkapnea
2.9.4 Penatalaksanaan
Pastikan jalan nafas pasien dan
nafas dan sirkulasi dipertahankan.Beri bantuan ventilator tambahan sesuai
kebutuhan.Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah
cepat sesuai ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi,
dan mempertahankan perfusi jaringan.
a. Kateter tekan vena sentra dimasukkan
dalam atau didekat atrium kanan untuk bertindak sebagai petunjuk penggantian
cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu (CVP) memberi petunjuk dan
derajat perubahan dari pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat untuk
penggantian volume cairan darurat.
b. Jarum atau kateter IV diameter besar
dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau lebih kateter mungkin perlu untuk
penggantikan cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik;
penekanan pada penggantian volume.
c. Buat jalur IV diameter besar
dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih kateter mungkin perlu untuk
penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik;
penekanan pada penggantian volume.
d. Ambil darah untuk spesimen; garis
darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan darah dan pencocokan silang, dan
hemtokrit. Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada
tingkat yang memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan
pada kondisi klinis pasien.
e. Infus larutan Ringer Laktat
digunakan pada awal penangana karena cairan ini mendekati komposisi elektrolit
plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu untuk pemeriksaan
golongan darah dan pencocokkan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak
sebagai tambahan terapi komponen darah.
f. Mulai tranfusi terapi komponen darah
sesuai program, khususnya saat kehilangan darah telah parah atau pasien terus
mengalami hemoragi.
g. Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai
status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit sering bila dicurigai berlanjutnya
perdarahan
h. Pertahankan tekanan darah sistolik
pada tingkat yang memuaskan dengan memberi cairan dan darah sesuai ketentuan.
i.
pasang
kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume
urine menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.
j.
Lakukan
pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.
k. Pertahankan surveilens keperawatan
terus menerus terhadap pasien total-tekanan darah, denyut jantung, pernafasan,
suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb, gambaran koagulasi, elektrolit,
haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap tindakan. Pertahankan
lembar alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan menyatakan perbaikan
atau pentimpangan pasien.
l.
Tinggikan
kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan mendorong
aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien
dengan cidera kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.
m. Berikan obat khusus yang telah
diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen) untuk meningkatkan kerja
kardiovaskuler.
Dukung mekanisme devensif tubuh :
a. Tenangkan dan nyamankan pasien:
sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan rasa khawatir.
b. Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan
penggunaan analgesik atau narkotik.
c. Pertahankan suhu tubuh.
Terlalu panas menimbulkan
vasodilatasi yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh dari vasokontriksi dan
meningkatnya hilangnya caiiran karena perspirasi. Pasien yang mengalami
septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi meningkatkan efek metabolik
selular terhadap syok.
2.9SYOK ENDOTOKSIK (SYOK SEPTIK)
Syok septic dapat terjadi karena
infeksi bakteri gram positif, virus, atau jamur. Kebanyakan syok septik karena
bakteri gram negative :esherichia coli,
pseudomonas aeroginos, bacterioid, klebisella species, dan serratia.
2.10.1 Penyebab Obsetrik pada Syok Septik
Syok
septik dalam obsetri dapat disebabkan oleh hal-hal berikut :
1.
Abortus
septic
2.
Ketuban
pecah yang lama/ korioamnionitis
3.
Infeksi
pasca persalinan: manipulasi dan instrumentasi
4.
Trauma
5.
sisa
plasenta
6.
sepsis
puerperalis
7.
pielonefritis
akuta
2.10.2Faktor Risiko
Ketuban pecah yang lama, sisa
konsepsi yang tidak keluar dan instrumentasi saluran urogenital merupakan
faktor risiko yang lain untuk terjadinya sepsis. Syok septic akan menunjunkan
gejala-gejala seperti menggigil, hipotensi, gangguan mental, takikardi,
takipnea, dan kulit merah. Bila syok tambah berat, akan terjadi kulit dinin dan
basah, bradikardia, dan sianosis.penggunaa mefipriston intravaginal pada
abortus medisinalis dapat menyebabkan syok septik yang fulminan dan letal
disebabkan infeksi klositridium sordeli pada endometrium suatu bakteri gram
positif dan mengeluarkan toksin.Mifepriston mempengaruhi pengeluaran dan fungsi
kortisol dan sitokin dengan jalan menduduki reseptor progesterone dan
glukokortikoid. Kegagalan pengeluaran kortisol dan sitokin akan menghambat
mekanisme pertahanan tubuh yang dibutuhkan untuk menghambat penyebaran infeksi
C sordeli dalam endometrium. Pelepasan eksotoksin dan endotoksin dari C sordeli akan mempercepat terjadinya
syok septic yang letal.
2.10.3 Gejala klinis
Syok septic terjadi dalam 2 fase
utama yaitu reversible dan ireversible, sedangkan fase reversible terdiri atas
fase oanas dan dingin. Fase panas disertai gejala-gejala hipotensi, takikardi,
pireksia, dan menggigil. Fase dingin dijumpai gejala dan tanda-tanda kulit dingin
dan mengeriput, sianosis, purpura, jaundice, penurunan kesadaran yang progesif,
dan koma.selanjutnya bila syok berlanjut terus pasien akan jatuh ke dalam fase
irreversible dimana terjadi hipoksia sel yang berkepanjangan yang menyebabkan
gejala asidosis metabolic, gagal ginjal akut, gagal jantung, edema pulmonum,
gagal adrenal, dan kematian.
Penanganan
Terdiri atas 3 garis utama, yaitu:
1.
pengembalian
fungsi sirkulasi darah dan oksigenisasi.
2.
Eradikasi
infeksi.
3.
Koreksi
cairan dan elektrolit.
1. Pengembalian fungsi sirkulasi darah
dan oksigenisasi
untuk
mengembalikan fungsi sirkulasi darah dan oksigenisasi perlu tindakan berikut:
1. penggantian kehilangan darah: dengan
darah segar (whole blood) jika tersedia atau dengan koloid atau kristaloid.
2. Kortioksteroid seperti:
Hidrokortison 1 g I.V. / 6 jam
Deksametason 20 mg diikuti dengan 200 mg/hari via infuse
3. Beta-adrenergik stimulant: seperti
isoprenalin yang menyebabkan dilatasi arteriol, meningkatkan frekuensi jantung
dan “stroke volume” dan memperbaiki perfusi jaringan volume darah harus normal
sebelum pengobatan.
4. Oksigen: jika ada gangguan
pernapasan.
5. Aminofilin: meningkatkan pernapasan
dengan menghilangkan bronkospasmus.
2. Eradikasi infeksi
a. Terapi antibotika
Lakukan
pemeriksaan kultur dan tes sensitifikasi.
Terapi
antibiotika harus segera dimulai secara I.V. sampai hasil kultur didapat.
Regimen
|
Antibiotic
|
Kerja
|
Dosis
|
Regimen I
|
Ampisilin atau sefalosporin
Gentamisin
Metronidazil
|
Gr (+) aerobic dan Gr (-) kokus
Gr (-) basil
Anaerob
|
500-1000mg/6 jam
80 mg/8 jam
500 mg/ 8jam
|
Regimen II
|
Klindamisin
Gentamisin
|
Gr (+) dan Gr (-) aerobik
Gr (-) aerobik
|
600 mg/ 6 jam
80 mg/ 8 jam
|
b. Terapi operatif
Indikasi
bila ada jaringan yang tertinggal seperti abortus septic, segera jaringan
dikeluarkan setelah antibiotika diberikan dan resusitasi telah dimulai dengan:
·
Evakuasi
dengan vakum
·
Evakuasi
digital
·
Histerektomi
pada infeksi yang luas dengan gangrene (klostridium) atau trauma pada uterus
c. Koreksi cairan dan elektrolit
Terapi
heparin kecuali ada perdarahan yang aktif dimana keadaan lebih baik di obati
dengan tranfusi darah.
Prinsip
penanganan syok septik:
·
Diagnosis
dini
·
Terapi
antibiotika yang adekuat
·
Control/
pengangkatan sumber infeksi
·
Resusitasi
hemodinamik dan suportif
·
Kortikosteroid
·
Control
ketat kadar glukosa (tight glyemic
control)
·
Ventilator
dengan tidal volume yang rendah pada Acuty
Respiratory Distress syndrome (ARDS)
Mortalitas
Angka kematian ibu (AKI) karena syok
septic 0-3 % pada kasus obsetri, tetapi 10-80% pada kasus non
obstetri.Mortalitas syok septic kurang 50%.
2.11 SYOK KARDIOGENIK
Penyebab utama syok kardiogenik
adalah penyakit pembuluh darah yang berat.Pada syok kardiogenik ventrikel kiri
tidak mampu memompa darah yang cukup untuk kebutuhan jaringan.Kekurangan
oksigen dapat menyebabkan kerusakan sel, kegagalan multiorgan dan kematian.
2.11.1 Tanda Klinis
Tanda klinis syok kardiogenik adalah
dilatasi vena-vena di leher, dispnea, desah sistol dan sistol, dan edema yang
menyeluruh.
2.11.2Penanganan syok kardiogenik
a. Tindakan umum berbagai pendekatan
pada penatalaksanaan syok kardiogenik, setiap disritmia mayor harus dikoreksi
karena mungkin dapat menyebabkan atau beperan pada terjadinya syok. Bila dari
hasil pengukuran tekanan diduga atau terdeteksi terjadi hipovolemia atau volume
intravaskuler rendah. Pasien harus diberi infuse IV untuk menambah jumlah
cairan dlam system sirkulasi.
b. Farmakoterapi terapi medis dipilih
dan diarahkan sesuai dengan curah jantung dan tekanan darah arteri rerata.
Salah satu kelompok obat yang biasa digunakan adalah katekolamin yang dapat
meningkatkan tekanan darah dan jantung. Namun demikian mereka cenderung
meningkatkan beban kerja jantung dengan meningkatkan kebutuhan oksigen.
c. Pompa balon intra aorta terapi lain
yang digunakan untuk menangani syok kardiogenik meliputi penggunaan alat bantu
sirkulasi. System bantuan mekanis yang sering digunakan adalah pompa balon
intra aorta (IABP). Pompa balon intra aorta menggunakan counterpulation internal, untuk menguatkan kerja pemompaan
jantung dengan cara pengembangan dan pengimpisan balon secara teratur yang
diletakan di aorta descendes .alat ini dihubungkan dengan kontak pengontrol
yang seirama dengan aktivitas elektrokardiogram.
d. Terapi vasodilator dan natrium
nitropurisida, obat-obatan vasokatif merupakan pengobatan utama untuk mengurangi impendansi (tekanan)
terhadap penyemburan darah oleh vetrikel.
2.12SYOK NEUROGENIK
Syok neurogenik disebabkan oleh
gangguan kontrol simpatis autonom akibat cedera pada system saraf pusat atau
edema (Woodrow,2000). Penyebabnya meliputi setiap gangguan pada system saraf,
seperti trauma, anestesi spinal, obat, stress, nyeri atau disfungsi system
saraf pusat (Urden et al, 2002). Syok neurogenik adalah kejadian yang jarang
terjadi pada kehamilan dan hanya akan dijelaskan secara ringkas disini.
2.12.1 Fisiolgis
Gangguan system saraf simpatis
menyebabkan hilangnya tonus simpatis, vasodilatasi vena dan arteri, penurunan
aliran vena, penurunan curah jantung, dan penurunan volume sekuncup. Oleh
karena peningkatan kapasitas pembuluh darah tidak sebanding dengan peningkatan
volume, perfusi akan berkurang, dan bradikardia akibat tonus vagal yang tidak
terkontrol dan berlebihan slanjutnya akan menurunkan tekanan darah (Woodrow,
2000). Kehilangan tonus vasomotor juga
mengganggu termoregulasi, sehingga pengaturan suhu wanita menjadi bergantung
pada lingkungan. Hal ini mengganggu perfusi jaringan, oksigen sel, gangguan
metabolisme selular, dan kematian sel.
2.12.2 Gambaran klinis
Wanita yang mengalami syok
neurogenik akan menunjukan hipotensi yang besar, bradikardia, dan hilangnya
kontrol suhu (Hudak et al, 1998).
2.12.3 Perawatan dan penatalaksanaan
Pentalaksanaan akan bergantung pada
tipe cedera yang dialami pasien. Cedera traumatic mungkin membutuhkan transfer
unit spesialis. Pentalaksanaan syok ini pada umumnya sama dengan bentuk syok
lain dalam bab ini. Kegagalan autonom membuat inotrop tidak efektif tetapi
resusitasi cairan dapat mengompensasi peningkatan kapasitas pembuluh darah
(Woodrow, 2000).
2.13SYOK ANAFILAKTIK
Lieberman (2002) mendefinisikan
anafilaksis sebagai “ kejadian hipersensitivitas segera secara sistemik akibat
penggabungan antigen dan igE yang melekat pada basofil den sel mast”. Setelah
manifestasi kondisi, pejamu mengalami rentang gejala yang luas dari anesietas
dan kegelisahan hingga depresi pernapasan dan henti jantung (Jones, 2000).Oleh
karena itu bidan membutuhkan pengetahuan yang dalam dan pemahaman yang jelas
mengenai presentasi dan penatalaksanaan kondisi agar dapat memaksimalkan
kesempatan memulihkan ibu dan anak dengan aman.
Obat
|
Anestesik
|
Media
radiokontras intrevena
|
Lateks
|
Antibiotic
penisilin dan sefalosporin
|
Oplat
|
Ekspander
plasma
|
Alergi
makanan (kacang, ikan, telur, produk susu).
|
Obat
aspirin dan anti-inflamasi nonsteroid
|
Relaksan
otot
|
Produk
darah
|
Sengatan
lebah
|
Kotak 8.1 penyebab umum anafilaksis
(Fisher, 1986; Wyatt, 1996;Docherty&hall, 2002)
2.13.1 Patofisiologi
Ketika
pertama kali dimasukan kedalam tubuh,antigen menstimulasi produksi imunoglubin
igE. Hal ini terkait dengan sel mast dan basofil.Setelah tubuh berhasil
menyusun igE dan melekat dengan permukaan sel mast dan basofil, tubuh saat ini
memiliki respon imun primer. Selama respon primer, memori disimpan untuk
pajanan selanjutnya dengan antigen yang sama. Ketika tubuh kembali terpajan
dengan antigen tersebut, IgE mengenalnya dan terjadi reaksi alergi.Sel mast dan
basofil ditemukan dalam jumlah besar terutama di paru, usus halus, jaringan
penyambung, dan kulit.
2.13.2 Gambaran klinis
Reaksi
yang berpotensi fatal mengakibatkan obstruksi jalan napas atas berat karena
angioedema menyebabkan asfiksia, dan obstruksi jalan napas bawah, mengi, dan
rasa sempit dada yang disebabkan oleh bronkospasme (Wyatt, 1996).System
kardiovaskuler dapat menunjukan takikardia, aritmia, dan penurunan
kontraktilitas jantung.Hipotensi drastic juga dapat terjadi, yang disebabkan
oleh vasodilatasi/vasokonstriksi sistemik dan ketidaktepatan perpindahan cairan
dari ruang intravascular ke ekstravaskular karena efek mediator pada
permeabilitas (Edwards, 2001).Presentasi secara umum bergantung pada keparahan
reaksi. Pasien dapat menunjukan kecemasan dan kegelisahan disertai firasat akan
mengalami malapetaka, terutama jika mereka telah mengalami gejala ini
seblumnya. Lapar udara berat, serak, dispnea, stridor, perubahan tingkat
kesadaran, rhinitis, dan konjungtivitis dapat terlihat.
2.13.3Penatalaksanaan
a. Pemberian
dosis adrenalin yang berikan secara intramuscular (I.M.) kepada semua pasien
dengan tanda klinis syok. Dosis 0,5 ml adrenalin dalam larutan 1:1000 (500 µg)
dan harus diberikan secara I.M. dan diulangi setelah 5 menit.
b. Pemberian
obat antihistamin seperti klorfeniramin harus diberikan secra intramuscular
(I.M.) atau intravena (I.V.) secara
perlahan dengan dosis yang direkomendasikan adalah 10-20 mg. antihistamin
bekerja dengan mengkombinasi reseptor histamine (HI), (H2) dan secara
kompetitif menghambat resptor tersebut.
c. Pemberian
obat hidrokortison harus diberikan melalui intramuscular (IM) atau intravena
(IV) secara lambat untuk mengurangi induksi hipotensi lebih lanjut. Dosis yang
diberikan adalah 100-500 mg.
d. Obat
lainnya yang diberikan seperti salbutamol, ipratropium, dan aminofilin yang
dapat meningkatkan fungsi pernapasan. Sementara aminofilin juga meningkatkan
produksi cAMP (Jones, 2000).
2.13.4Prinsip
penatalaksanaan
Kunci
penatalaksanaan yang sukses pada anafilaksis berat, yaitu edukasi staf yang
tepat.Identifikasi awal, pengkajian komprehensif, dan terapi yang tepat
merupakan tujuan asuhan.Staf kebidanan yang menghadapi anafilaksis berat harus
memanggil asiten yang ahli, menyingkirkan kemungkinan allergen, dan memberikan
oksigen 100% aliran tinggi (Docherty & Hall, 2002). Ketika mengahdapi
anafilaksis berat, akronim berikut (diadaptasi dari Ferns & Chojnacka,
2003) dapat membantu :
a. E (expertise):
keahlian dalam penatalaksanaan dan pemberian terapi awal adalah hal yang sangat
penting.
b. A (assess):
pengkajian jalan napas, pernapasan, sirkulasi.
c. R (remove):
singkirkan semua allergen.
d. L (long-term
monitoring): pertimbangkan pemantauan jangka panjang (24 jam pascakejadian).
e. Y (your
responsibility): sebagai bidan professional yang berkualifikasi, anda yang
bertanggung jawab memastikan wanita yang meperlihatkan gejala anafilaksis
mendapatkan perawatan berkualitas tinggi.