.
INFEKSI
I.
Pengertian
Infeksi
adalah proses masuknya mikroorganisme ( kuman ) kedalam tubuh dan menyebabkan
penyakit atau radang, mikroorganisme tersebut bisa berupa bakteri, jamur, virus
dan parasit. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi sebagian besar manusia
diberbagai belahan bumi merupakan kemalangan yang menyebabkan orang pergi
kefasilitas kesehatan serta menyebabkan kematian tertingi akibat penyakit. Proses
masuknya infeksi tersebut melibatkan
beberapa unsur diantaranya :
1. Reservior,
adalah habitat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme, baik berupa
manusia, binatang , tumbuhan maupun tanah.
2. Jalan
masuk, adalah jalan masuknya mikroorganisme ketempat penampungan dari berbagai
mikroorganisme, seperti saluran pernapasan, pencernaan, kulit dan lain – lain.
3. Inang
(host), tempat berkembangnya suatu mikroorganisme yang dapat didukung dengan ketahanan
tubuh.
4. Jalan
keluar, adalah tempat keluarnya mikroorganisme dari reservior, seperti sistem
pernapasan, sistem pemcernaan, alat kelamin dan lain – lain.
5. Jalur
penyebaran, adalah jalur yang dapat menyebabkan berbagai mikroorganisme
keberbagai tempat, seperti air, makanan, udara dan lain- lain.
Ada bermacam – macam
infeksi yang kita kenal diantaranya :
1. Infeksi oportunistik
2. Infeksi Nosokomial.
I.1.
Infeksi Oportunistik
Infeksi
oportunistik adalah infeksi kuman yang masuk pada tubuh manusia berdasarkan
ketahanan tubuh, artinya kuman ini jarang menimbulkan penyakit bila siinang
(tubuh) memiliki imunokompetensi (immunocompetent ) yang kuat. Tapi
sebaliknya bila tidak memiliki imunokompetensi yang kuat akan terserang bahkan bisa menyebabkan kematian.
Adapun
berikut adalah sebagian contoh – contoh kuman oportunistik yang berbahaya bagi
tubuh :
1. Esserecia
colli. Kuman ini bisa menyebabkan diare, kuman ini terdapat pada air yang
mengandung feses manusia.
2. Salmonella
typhi. Kuman ini bisa menyebabkan penyakit tipoid, kuman ini terdapat pada
makanan yang mengandung salmonella.
3. Basillus
anthars. Kuman ini menyebabkan penyakit antrak, terdapat pada daging dari hewan
yang terkena penyakit antrak
4. Stapilococcus
saprophylicus, Kuman ini menyebabkan infeksi saluran kemih.
5.
Staphilococcus aureus, Kuman ini
menyebabkan gangguan pernapasan atas dan juga pada kulit.
6.
Yersinia pestis. Kuman ini
menyebabkan penyakit pes (plaque),
penyakit ini terjadi karena gigitan hewan pengerat.
7. Clostridium
tetani, Kuman penyebab penyakit tetanus.
8. M. Tubercollosis kuman yang
menyebabkan penyakit TBC.
9. Clostridium
perfingens, penyebab selulit.
10. Human
Immunodeviciency virus (HIV), menyebabkan aids.
11. Vibrio
Cholerae, penyebab kolera atau diare berat.
I.2. Pengertian Infeksi
nosokomial
Infeksi
Nosokomial adalah infeksi yang terjadi dalam sistem pelayanan kesehatan, yaitu rumah sakit, puskesmas tempat praktik
mandiri. Organisme yang menyebabkan infeksi nosokomial biasanya datang dari
tubuh sipasien sendiri (flora endogen). Juga diperoleh dari kontak dengan staf
(kontaminasi silang) instrumen, pengunjung dan lingkungan (flora
eksogen). Karena pasien umumnya selalu berpindah –pindah dan waktu rawat
dirumah sakit lebih pendek, pasien sering dipulangkan ketika infeksi belum
menjadi nyata (timbul gejala)
Kenyataannya pada pasien rawat inap atau rawat jalan infeksi menjadi nyata
ketika mereka sudah pulang..
Infeksi
nosokomial sering terjadi dirumah sakit, karena rumah sakit merupakan tempat
dimana orang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat,
ditempat ini pasien mendapatkan
perawatan dan terapi untuk dapat sembuh.Tetapi rumah sakit selain untuk mencari
kesembuhan juga merupakan depot bagi berbagai macam penyakit baik yang berasal
dari penderita maupun dari pengunjung yang bersipat karier,atau juga dari lingkungan.
I.3..
Sumber – Sumber Infeksi Nosokomial
Infeksi
nosokomial bisa didapat dari beberapa sumber diantaranya :
1. Pasien,
Pasien merupakan unsur utama yang dapat menyebarkan infeksi ke pasien lainnya,
petugas kesehatan, pengunjung, atau benda dan alat kesehatan lainnya.
2. Petugas
kesehatan, Petugas kesehatan dapat menyebarkan infeksi melalui kontak
langsungyang dapat menularkan berbagai kuman ketempat lain.
3. Pengunjung,
Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar kedalam lingkungan
rumah sakit atau sebaliknya, yang didapat dari dalam rumah sakit keluar rumah
sakit.
4. Sumber
lain, Sumber lainnya adalah lingkungan rumah sakit, yang melliputi lingkungan
umum atau kondisi kebersihan rumah sakit, alat yang ada dirumah sakit, makanan yang
dibawa oleh pengunjung atau petugas kesehatan kepada pasien dan seballiknya.
I. 4. Faktor – Faktor Yang
Menyebabkan Terjadinya Infeksi Nosokomial
Terjadinya
infeksi nosokomial dipengaruhi oleh banyak faktor (multi faktorial) baik yang ada pada diri (badan, tubuh ) penderita
sendiri( pasien), maupun faktor yang ada disekitarnya.Setiap faktor itu hendaknya
dicermati, diwaspadai dan dianggap berpotensi meninbulkan berbagai infeksi.
Dengan mengenal faktor –faktor yang berpengaruh merupakan upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi nosokomial.
Semua
petugas pelayanan medis (medical provider) harus benar-benar memahami hal ini,
sehingga penderita yang masih dalam proses
perawatan dapat terhindar dari
infeksi nosokomial.
Ada
beberpa faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial diantaranya :
1. Faktor
yang ada pada diri penderita ( interistic
faktor ), seperti umur, jenis kelamin, kondisi umum, resiko terapi, adanya
penyakit lain, yang menyertai penyakit dasar. (multipatologi) beserta
komplikasinya.
2.
Faktor Diluar sipenderita (extrinsic faktor) seperti,
petugas,dokter, bangsal, lingkungan, peralatan, material, pengunjung, keluarga,
makanan dan minuman.
3. Keperawatan seperti, lamanya masa perawatan,(length
of stay), menurunnya standar pelayanan perawatan serta padatnya penderita dalam
ruangan.
4. Faktor
mikroba fatogen seperti tingkat kemampuan, invasi serta tingkat kemampuan
merusak jaringan, lamanya pemaparan (length of exposure) dengan penderita.
5. Faktor
usia juga banyak mempengaruhi infeksi,usia yang sudah tua akan rentan
sekali terjangkit penyakit, karena banyak sistim organnya sudah banyak
mengalami kerusakan berbeda dengan usia muda.
I.5.
Proses Terjadinya Infeksi Nosokomial
Proses
terjadinya infeksi adalah ketika mikroba bertemu dengan penjamu yang rentan dan
melalui beberapa tahap :
A. Tahap I.
Mikroba bergerak menuju tempat yang
menguntungkan (penderita) melalui mekanisme penyebaran (mode of transmission ) yaitu dengan cara :
1.
Penularan
langsung.
Penularan
langsung melalui bersentuhan langsung dengan sipenderita misalkan
a. Percikan
darah atau cairan tubuh pada mata,hidung,mulut,atau melalui diskontiunitas
permukaan kulit (luka atau lecet yang kecil).
b. Dari
petugas melalui droplet nucley yang
berasal dari petugas, atau transfusi darah.
2.
Penularan
tak langsung
Penularan tak langsung bisa melalui
beberapa cara diantaranya :
a. Vehide-
borne yaitu penularan melalui benda- benda mati (fomite) seperti peralatan
medis, bahan-bahan material medis, peralatan makanan atau minuman untuk
penderita, pemasangan kateter, dan pembedahan.
b. Vector
–bone yaitu penularan / penyebaran melalui mikroba dengan perantara seperti
lalat, luka terbuka (open waund) dan luka bakar.
c. Food-
bone yaitu penyebaran / penularan melalui makanan dan minuman yang disajikan
untuk sipenderita.
d.
Water- bone yaitu penularan melalui air.
e.
Air- bone yitu penularan melalui udara
yang tidak bersih.
B
.Tahap II.
Mikroba
melakukan invasi kejaring atau organ penjamu (inang) dengan cara mencari akses
masuk untuk masing – masing penyakit dengan berbagai proses diantaranya :
1. Mikroba
patogen masuk kejaringan atau organ melalui lesi kulit. Hal ini terjadi biasanya
sewaktu melakukan insisi bedah atau melalui jarum suntik. Contohnya Virus
hepatitis B.
2. Mikroba
masuk melalui kerusakan atau lesi mukosa saluran viosenikal karena tindakan
infasi seperti :
a) Tindakan
kateterisasi
b) Pemeriksaan
tindakan ginekologi
c) Pertolongan
persalinan per-vaginan patologis, baik dengan bantuan instrumen.
3.
Dengan cara inhalasi, mikroba masuk
melalui rongga hidung menuju saluran
nafas, partikel infeksiosa yang menular berada diudara dalam bentuk aerosol
penularan langsung dapat melalui percikan ludah atau juga dari batuk dan
bersin.contohnya virus influenza dan M.tubercollosis
4. Dengan
cara ingesti, mikroba masuk melalui mulut masuk kesaluran pencernaan terjadi
saat makan dan minum dengan makanan yang terkontaminasi contohnya E. Colli.
C
.Tahap III.
Setelah memperoleh akses masuk,mikroba
segera melakukan invasidan mencari jaringan yang sesuai (cocok). Selanjutnya melakukan
multiplikasi atau berkembang biak disertai dengan tindakan destruktif terhadap
jaringan walaupun adanya upaya perlawanan dari penjamu sehingga terjadilah
reaksi infeksi yang mengakibatkan perubahan morfologis, gangguan fisiologis
atau fungsi jaringan.
I.8.
Macam –Macam Infeksi nosokomial
Ada beberapa infeksi
yang disebabkan oleh infeksi nosokomial yaitu diantaranya :
1. Infeksi Saluran Kencing.
2. Infeksi tempat pembedahan.
3. Infeksi penggunaan alat
intramuskular.
4. Infeksi Maternal dan Bayi Baru
Lahir.
5. Infeksi Diare infeksius dan
pengolahan pelayanan makanan dan air.
A. Infeksi Saluran Kencing (ISK)
Infeksi
saluran kencing atau (ISK) merupakan
jenis infeksi nosokomial yang paling sering terjadi sekitar 40% dari seluruh
infeksi dirumah sakit setiap tahunnya (Burke dan Zavasky 1999). Selain itu juga hampir 80% infeksi nosokomial terjadi sesudah
penggunaan instrument terutama kateterisasi(Asher,Oliver dan Fry 1986).
Infeksi
ini terjadi karena organisme menyerang bagian tertentu sistim urin seperti
ginjal, kandung kemih, prostat dan uretra. Sehingga menyebabkan infeksi,
infeksi ini terjadi bisanya karena pemasangan kateter yang terlalu lama yaitu
lebih dari 7- 10 hari (Garibaldi dkk 1980) atau karena urin dibiarkan mengalir ketempat atau kantong
yang dibiarkan terbuka.
B.
Infeksi Tempat Pembedahan
Infeksi
ditempat bedah banyak faktor yang mempengaruhinya seperti dari sirkulasi udara,
lamanya pembedahan pakaian pelindung pembedahan, persiapan pembedahan, alat
bedah juga tehnik pembedahan
Penggunaan
obat dalm pembedahan juga berpengaru, misalnya penggunaan antibiotik prabedah
untuk mengurangi infeksi luka setelah pembedahan,namun kadang beresiko pada
alergi dan toksin munculnya resistan dan interaksi obat (Nichols 2001). Pada
umumnya jika terjadi infeksi pasien mengalami demam pasca bedah,yang
diikuti dengan pengeluaran nanah, dari tempat insisi bedah, sepsis dan bahkan
acap kali menyebabkan kematian (Joseph Lister 1980).
C.
Infeksi Penggunaan Alat Intramuskular
Infeksi
ini terjadi karena penggunaan alat intramuskular baik melalui vena maupun
arteri untuk memasukan cairan steril, obat atau makanan. Karena kateter yang
dimasukan melalui aliran darah vena atau arteri melewati mekanisme pertahanan
kulit yang normal,alat ini membuka jalan untuk masuknya mikroorganisme dalam
aliran darah.
Dengan
pemasangan yang tidak menggunakan tehnik aseptik dan juga pengelolaan alat
dengan tidak baik setelah terpasang, infeksi ini bisa
terjadi.misalkan pada saat pemasangan infus yang terkontaminasi oleh si
petugas.
D.
Infeksi Maternal Dan Bayi Baru Lahir
Infeksi
pasca persalinan menjadi nomor dua kematian dari perdarahan pasca persalinan
dari kematian maternal, dan menjadi penyebab utama komplikasi maternal dari
persalinan. Hal ini bisa terjadi disebabkan adanya perpindahan penyakit dari
perempuan ke perempuan lain dari tangan dokter (Sammelwis dan Holmea 1843).
Contohnya infeksi selaput ketuban sebelum kelahiran, infeksi episiotomi dan
infeksi seksio sesario.
Kulit
bayi baru lahir merupakan tempat
utama dan pertama untuk kolonisasi bakteri, khususnya untuk Stafilococcus aureus yang diperoleh dari
kamar bayi /ruangan,
setiap lecet atau luka sayatan pada kulit memberikan kesempatan untuk
terjadinya infeksi pada mikroorganisme
patogen ini. Seperti luka terbuka pada tali pusat atau sunat jika dilakukan.
D. Diare Infeksius Dan Pengelolaan Pelayanan
Makanan Dan Air
Diare
nokosomial merupakan masalah umum dirumah sakit, fasilitas perawatan anak dan
panti jompo(Link dkk 1997). Walaupun tidak terdaftar sebagai infeksi nosokomial
yang paling umum, penelitian terakhir menunujukan bahwa diare nisokomial lebih
sering terjadi dari pada yang dilaporkan, dan merupakan infeksi nosokimial yang
palinh umum dibeberapa pusat kesehatan. Biaya dan morbiditas juga lebih besar
dari pada yang diperkirakankarena diare sering tidak dilaporkan atau diteliti
sebagai infeksi nookomial.(Farr1991)
Pengelolan
makanan dan pelayanan air yang tidak benar juga menyebabkan infeksi nosokomial.
Infeksi bisa terjadi makanan yang tidak bersih, wadah yang tidak bersih dan
higienis atau dari sipembawa pelayanan makanan. Selain makanan air juga sangat
berpengaruh seperti air untuk minum, juga sarana untuk hagiene
personalnya(mandi,bak dan bab). Harus memadai karena jika air yang tersedia
sangat terbatas bisa mempercepat infeksi.
I.9.1 Cara Pencegahan Infeksi Nosokomial
Pada
jaman dulu fokus utama penangan masalah infeksi dalam pelayanan kesehatan
adalah mencegah infeksi agar tidak terjadi. Infeksi serius pasca bedah
merupakan masalah yang serius diberbagai negara, ditambah lagi dengan munculnya
penyakit yang menular seperti aids dan hepatitis yang belum ditemukan obatnya.
Saat
ini perhatian utama ditujukan untuk mengurangi resiko perpindahan penyakit,
tidak hanya terhadap pasien, tetapi juga pada pemberi pelayanan kesehatan
(dokter,perawat,bidan) dan karyawan, atau pekaryawan, yaitu orang yang bertugas
membersihkan dan merawat ruangan.
Inti
dari upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah pada
masalah
pengembangbiakan mikroba pada reservior serta penyebarannya dari reservior
kependerita. Adapun langkah – langkah yang bisa dilakukan adalah :
1) Mentaati
praktek penceghan infeksi yang dianjurkan terutama kesehatan dan kebersihan
personal. Terutam kebersihan dan kesehatan tangan dengan menggunakan sarung
tangan.
2) Memperhatikan
dengan seksama proses yang telah terbukti bermanfaat untuk dekontaminasi dan
pencucian perlatan dan benda lain yang kotor diikuti dengan sterilisasi atau
desifeksi tingkat tinggi.
3) Meningkatakan
keamanan dalam ruang operasi dan area beresiko tinggi lainnya dimana kecelakaan
perlukaan yang sangat serius dan paparan pada agen penyebab infeksi sering
terjadi. Seperti ruangan perawatan.
4)
Menyediakan pasilitas yang bersih dan
higienis seperti air dan makanan.
I.9.2.Tehnik pencegahan infeksi
Definisinya :
Beberapa tindakan
pencegahan infeksi dapat dilakukan adalah :
1) Aseptik atau Tehnik Aseptik.
Aseptik atau tehnik aseptik adalah istilah umum yang
biasa digunakan dalam pelayanan kesehatan. Istilah ini dipakai untuk
menggambarkan semua usaha yang dilakukan
dalam pencegahan masuknya mikroorganisme kedalam tubuh dan berpotensi untuk menimbulkan infeksi. Tehnik aseptik membuat prosedur lebih aman, teutama
bagi ibu, bayi baru lahir dan penolong persalinan dengan cara menurunkan jumlah
atau menghilangkan seluruh (eradikasi) mikroorganisme pada kulit. Tujuan akhirnya
adalah mengurangi atau menghilangakan
jumlah mikroroganisme, baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati
agar alat – alat kesehatan dapat digunakan dengan aman.
2)
Antiseptik.
Adalah
upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.
3)
Dekontaminasi.
Adalah
Tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani olaeh petugas kesehatan
dengan cara aman, sebelum prosedur pencucuian dilakukan. berbagai benda yang
terkontaminasi oleh darah dan cairan tubuh.misalkan peralatan medis,( sarung
tangan) dan permukaan (meja pemeriksaan) harus didekontaminasikan segera
setelah terpapar darah atau cairan tubuh.
4)
Pencucian. (Mencuci dan Membilas)
Adalah
tindakan - tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua cemaran darah,
cairan tubuh atau benda asing (debu atau kotoran ) dari kulit atau instrumaen/ peralatan.
5)
Desinfeksi
Adalah
tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan hampir semua mikroorganisme
penyebab penyakit pada benda mati atau instrumen.Desinfeksi tingkat tinggi
dilakukan dengan merebus atau dengan mnggunakan larutan kimia.Tindakan ini
dapat menghilangakan semua mikroorganisme kecuali endospora.
6)
Sterilisasi
Adalah
tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri,
jamur,parasit dan virus) termasuk bakteri endospora pada benda- benda mati atau
instrumen.
I.9.3.
Prisip Prinsip Pengendalian Infeksi
Pengendalian Infeksi
yang efektif didasarkan pada prinsip – prinsip sebagai berikut
a.
Setiap orang (ibu,anak –anak,
balita, bayi baru lahir,tim medis, manula dan siapa saja) harus dianggap dapat
menularkan penyakit karena infeksi dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala).
b. Setiap
orang harus dianggap beresiko terkena penyakit.
c.
Permukaan benda disekitar kita,
peralatan dan benda-benda lain yang akan dan telah bersentuhan dengan permukaan
kulit yang tak utuh, lecet selaput mukosa atau darah
d.
harus dianggap terkontaminasi
sehingga setelah digunakan, harus diproses secara benar.
e.
Jika tidak diketahui apakah
permukaan, peralatan atau benda lainnya telah diproses dengan benar maka semua
itu harus dianggap terkontaminasi.
f.
Resiko infeksi tidak bisa
dihilangkan secara total, tapi dapat dikurangi hingga sekecil mungkin dengan
menerapkan tindakan pencegahan infeksi secara benar dan konsisten.
I.
9. 4.
Tindakan – Tindakan Pencegahan Infeksi
Ada
beberapa cara yang efektif dalam berbagai praktek pencegahan infeksi h dari
untuk mencegah penyebaran penyakit atau mikroorganisme berpindah dari satu
individu ke individu lain, atau dari peralatan keindividu (pasien atau petugas
kesehatan) dapat dilakukan dengan meletakan penghalang diantara mikroorganisme
dsn individu. Penghalang ini dapat berupa fisik, mekanik, atau kimia yang
meliputi :
1.
Pencucian tangan
2.
Menggunakan pelindung diri, berupa sarung tangan (kedua tangan ) dan perlengkapan
pelindung lainnya
3.
Sterilisasi Dan Desinfeksi.
4.
Memproses
alat bekas pakai
5.
Menangani Peralatan tajam dengan aman
6.
Menjaga kebersihan dan sanitasi
lingkungan (termasuk pengelolaan sampah dengan baik dan benar).
1 . Pencucian Tangan
Mencuci
tangan merupakan prosedur awal yang dilakukan petugas kesehatan dalam
memberikan tindakan . Pencucian ini bertujuan untuk membersihkan tangan dari
segala
kotoran
, mencegah terjadi infeksi silang melalui tangan, dan persiapan bedah atau
tindakan pembedahan.
Cuci tangan harus
dilakukan :
1.
Segera setelah tiba ditempat kerja.
2.
Sebelum melakukan kontak fisik secara
langsung dengan pasien.
3.
Setelah kontak fisik langsung dengan
fasien.
4.
Sebelum
memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
5. Setelah
melepaskan sarung tangan (kontaminasi bisa terjadi melalui lubang atau robekan
sarung tangan).
6. Setelah
menyentuh benda yang mungkin terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh lainnya
atau setelah menyentuh selaput mukosa (hidung,mulut, mata,vagina) meskipun pada
saat itu sedang menggunakan sarung tangan.
7.
Setelah ke kamar mandi.
8.
Setelah pulang kerja.
Adapun cara mencuci
tangan yang baik adalah sebagai berikut :
a.
Lepaskan perhiasan di tangan dan
pergelangan
b.
Basahi tangan dengan air yang mengalir
dan bersih
c. Gosok
kedua tangan dengan kuat menggunakan sabun biasa atau menggunakan sabun yang
mengandung anti septik selama 10-15 detik (pastikan sela-sela jari digosok
menyeluruh), tangan yang terlihat kotor harus dicuci lebih lama.
d.
Bilas tangan dengan air yang mengalir
dan bersih
e. Biarkan
tangan kering dengan cara diangin-
anginkan atau keringakan dengan kertas tisu atau handuk pribadi yang bersih dan
kering. (handuk tidak boleh berganti dengan orang lain).
Mikroorganisme
tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang lembab atau air yang tidak mengalir
maka untuk itu kita melakukan pencucian tangan harus menggunakiseptan pedoman
yaitu
1. Bila
pencucian menggunakan sabun padat (sabun tangan ) gunakan dalam ppotongan kecil
dan diletakan dalam wadah yang dasarnya berlubang.
2. Gunakan
air yang mengalir, jangan mencuci tangan dengan mencelupkan tangan kedalam
wadah, meskipun wadah tersebut telah diberi larutan antisetik.
3. Buang
air pada saluran pembuangan , bila tidak terdapat saluran pembuangan, air dikumpulkan dalam
baskom dan buang kesaluran limbah atau jamban kamar mandi.
Gambar
1.1 cara cuci tangan dengan tehnik 7 langkah
2.
Perlindungan diri
A. Memakai
sarung tangan, pakai sarung tangan sebelum mnyentuh sesuatu yang basah (kulit
tak utuh, selaput mukosa, darah atau cairan tubuh yang lainnya), peralatan atau
sampah yang terkontaminasi. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
penularan kuman dan mencegah terjadinya resiko tertular penyakit.Adapun
prosedur penggunaan sarung tangan yang benar yaitu :
1. Gunakan
sarung tangan yang steril atau desinfeksi tingkat tinggi untuk prosedur apapun
yang akan mengakibatkan kontak jaringan dibawah kulit, seperti persalinan,
penjahitan vagina atau pengambilan darah.
2.
Gunakan sarung tangan yang bersih untuk
menangani darah atau cairan tubuh.
3. Gunakan
sarung tangan rumah tangga atau tebal untuk mencuci peralatan, menangani
sampah, juga membersihkan darah dan cairan tubuh.
Berikut ini adalah
tabel tentang prosedur tindakan yang memerlukan sarung tangan :
Tabel 1-1 : Prosedur
atau tindakan yang memerlukan sarung tangan.
Prosedur / Tindakan
|
Perlu sarung Tangan
|
Sarung tangan disenfeksi tingkat tinggi
|
Sarung tangan Steril
|
Memeriksa tekanan darah,
temperatur tubuh atau menyuntik
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
Menolong persalinan dan kelahiran bayi
,menjahit laserasi atau epistomi
|
Ya
|
Bisa diterima
|
Dianjurkan
|
Mengambil contoh darah atau pemasangan IV
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
|
Mengisap lendir dari jalan nafas bayi baru lahir
|
Ya
|
Ya
|
Tidak
|
Memegang dan membersihkan alat yang terkontaminasi
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
|
Membersihkan percikan
darah atau tubuh
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
|
Memegang sampah yang
terkontaminasi
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
|
Jika
sterilisasi tidak memungkinkan, sarung tangan desinfeksi tingkat tinngi adalah
satu- satunya alternatif yang bisa diterima. Dapat juga menggunakan sarung
tangan periksa yang bersih. Sarung tangan tebal atau sarung tangan lateks untuk
membuang sampah.
Sarung
tangan sekali pakai lebih dianjurkan. Tapi jika sarananya sangat
terbatas,sarung tangan bekas pakai bisa diproses ulang dengan dekontaminasi,
cuci dan bilas,disinfeksi tingkat tinggi atau steirlisasi. Jika sarung tangan
sekali pakai digunakan ulang, jangan diproses lebih dari tiga kali karena
mungkin ada robekan / lubang yang tidak terlihat.
B. Menggunakan
pelindung diri lainnya bertujuan untuk mencegah atau mengurangi transmisi
mikroorganisme dengan cara mengurangi dan membatasi petugas dari percikan
cairan tubuh, darah atau cedera selama melaksanakan prosedur klinik. seperti
penggunaan masker, kaca mata pelindung, sepatu boot atau sepatu tertutup, apron dan baju operasi.
Gambar.2 perlindungan diri
3.
Sterilisasi dan desinfeksi
1.)
Sterilisasi
Sterilisasi adalah
merupakan upaya pembunuhan atau penghancuran semua bentuk kehidupanmikroba yang
dilakukan dirumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi Sterilisasi juga
dikatakan sebagai tindakan untuk
membunuh
kuman atau patogen beserta
spora yang terdapat pada alat perawatan atau kedokteran dengan cara merebus,
stoom, panas tinggi, atau bahan kimia. Jenis sterilisasi antara lain
sterilisasi penguapan,
sterilisasi panas kering,sterilissasi
gas, dan sterilisasi
sinar violet. Adapun hal – hal yang perlu diperhatikan sebelum
melakukan sterilisasi diantaranya :
A. Sterilisator
(alat untuk mensteril ) harus siap pakai, bersih dan masih berfunngsi.
B. Peralatan
yang akan disterilisasi harus dibungkus dan diberi label yang jelas dengan
menyebutkan jenis peralatan, jumlah, dan tanggal pelaksanaan steril.
C. Penataan
alat harus berprinsip
semua bagian dapat steril.
D. Tidak
boleh menambahkan peralatan dalam sterilisator sebelum waktu menteril selesai.
E. Memindahkan
alat steril kedalam tempatnya dengan korentang steril.
F. Saat
mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya, bila terbuka harus
melakukan sterilisasi ulang.
2.). Desinfeksi
Desinfeksi adalah proses pembuangan semua mikroorganisme
patogen pada objek yang tidak hidup kecuali endospora bakteri. Desinfeksi juga
dikatakan suatu tindakan yang dilakukan untuk membunuh kuman patogen dan
apatogen tetapi tidak dilakukan dengan
membunuh spora ayng terdapat pada alat perawatan ataupun kedokteran. Desinfeksi
dilakukan dengan menggunakan bahan desinfektan melalui cara mencuci, mengoles, menjemur dan merendam untuk mencegah terjadinya infeksi dan
mengkondisikan alat dalam keadaan siap pakai.
Kemampuan desinfeksi ditentukan oleh waktu sebelum
pembersihan objek, kandungan
zat organik, tipe dan tingkat kontaminsi mikroba, konsentrasi dan waktu
pemaparan, kelainan objek, suhu, serta derajat ph.
Jenis jenis larutan antiseptik yang bisa diterima dan
bisa dipakai.
1. Alkohol 60- 90% : etil, isopropil atau metil spiritus.
2. Setrimid atau Klorheksidin glukonat berbagai
konsentrasi.
3. Klorheksidin glukonat 4%.
4. Heksaklorofen 3%
5. Paraklorometaksilenol (PMX atau kloroksilenol).
6. Iodine 1-3%
7. Iodofor berbagai konsentrasi.
8. Klorin pemutih 0,5%
9. Glutaraldehida.
4. Memproses Alat Bekas Pakai
Tiga proses
pokok yang direkomndasikan untuk proses peralatan dan benda- benda lain dalam
upaya pencegahaninfeksi adalah :
a.
Dekontaminasi
b.
Pencucian
dan pembilasan
c.
Desinfeksi
tingkat tinggi dn sterilisasi
Benda – benda steril harus
disimpan dalam keadaan kering dan bebas dari debu. Jaga agar pembungkusnya agar
tetap kering dan utuh sehingga kondisinya tetap terjaga dan dapat digunakan
lagi hingga satu minggu setelah proses. Peralatan steril yang terbungkus dalam
kantong plastik bersegel, tetap kering dan utuh masih dpat digunakan satu bulan
setelah proses.
Peralatan dan bahan
desinfeksi tingkat tinggi dpat disimpan dalam wadah tertutup yang sudah
didisinfeksi tingkat tinggi, masih boleh digunakan dalam kisaran waktu satu
minggu asalkan tetap karing dan bebas debu. Jika peralatan tersebut tidak
digunakan dalam jangka waktu tersebut, maka peralatan harus kembali diproses.
5. Menangani Peralatan Tajam dan Aman
Penggunan benda tajam yang tidak aman dan benar bisa membuat
perlukaan misalnya terkena tusuk jarum merupakan salah satu alur utama infeksi
HIV dan hepatiris B. Oleh karena itu harus diperhatikan cara – cara penanganan
:
a)
Letakan
benda – benda tajam diatas baki steril atau dtt atau dengan menggunakan “daerah
aman” yang sudah ditentukan untuk meletakan dan mengambil peralatan tajam.
b)
Hati
–hati pada saat penyuntikan agar tidak
luka tusuk secara sengaja.
c)
Gunakan
pemegang jarum dan pinset pada saat menjahit, jangan pernah memegang ujung
jarum dengan tangan.
d)
Jangan
melengkungkan, mematahkan atau melepaskan jarum dari penutupnya ketika dibuang.
e)
Buang
benda- benda tajam dalam wadah tahan bocor dan segel dengan perekat jika sudah
2/3 penuh. Wadah benda tajam yang sudah disegel tadi harus dibakar dalam
insinerator.
f)
Jika
benda tajam tidak bisa dibuang secara aman dengan cara insenerasi bilas 3 kali
dengan larutan klorin 0.5% (dekontaminasi) kemudian kuburkan.
6. Menjaga Kebersihan dan Sanitasi Lingkungan
(Pengelolaan sampah)
Menjaga sanitasi lingkungan
juga merupakan salah satu pencegahan infeksi nosokomial seperti ruangan yang
bersih meliputi pembersihan lantai, meja, lemari pasien,penggantian linen. ventilasi
dan cahaya yang cukup penyediaan fasilitas dan penataan ruangan yang benar juga
sangat berpengaruh, artinya penempatan pasien sesuai kafasitas ruangan tidak
adanya penumpukan pasien dalam satu ruangan.
Pengelolaan sampah juga
harus diperhatikan dan dibedakan sesui jenisnya, tempat dan pembuangan juga
harus disesuaikan, sampah bisa terkontaminasi dan juga tidak terkontaminasi.
Sampah tidak terkontaminasi tidak mengandung resiko bagi petugas yang
menanganinya. Seperti plastik, kertas,
kotak, botol wadah plastik dan makanan. Semuanya ini dibuang dengan metode
biasa atau dikirim kedinas pembuangan sampah.
Sedangkan sampah
terkontaminasi berpotensi untuk menginfeksi siapapun yang melakukan kontak
menangani sampah tersebut termasuk anggota masyarakat seperti darah, nanah,
urin, feses dan duh tubuh lainnya. Ada juga benda – benda lain seperti bekas
pembalut luka, jarum suntik, piasu bedah, kapas, kasa yang terkena darah.
Selain sampah –sampah
tersebut ada juga sampah yang tidak mengandung bahan infeksius tetapi
digolongkan berbahaya karena mempunyai potensi berbahaya pada lingkungan
seperti :
1.
Bahan
– bahan kimia atau farmasi yang sudah kadarluasa.
2.
Sampah
sitotoksis (obat-obatan untuk kemoterapi).
3.
Sampah
yang mengandung air berat seperti air raksa dari termometer yang
pecah,tensimeter, bahan – bahan bekas gigi dan kadmium dari batre yang dibuang.
4.
Wadah
bekas berisi gas dan tidak dapat didaur ulang.
Berdasarkan
karakteristiknya, sampah dibagi atas :
1.
Kandungan
Zat / Kimia yaitu berdasarkan kandungan zat kimianya sampah terdiri atas sampah
organic dan anorganik. Sampah organic adalah sampah yang tidak membusuk seperti
logam, pecahan gelas, plastic dan lain- lain, sedangkan sampah anorganik adalah
sampah yang dapat membusuk. Seperti sisa makanan
2.
Dapat
dan tidak terbakar yaitu berdasrkan ketentuan ini sampah bdi bagi menjadi dua
yaitu bisa dibakar seperti kertas, karet \, plastic dan lain- lain, sedangkan
yang tidak bias di bakar adalah kaleng bekas, logam berat, besi dan lain –
lain.
Setelah mengetahui bahwa sampah terkontaminasi pembuangan harus benar –benar baik yaitu meliputi :
1)
Membuang
sampah cair pada system pembuangan yang tertutup.
2)
Insinerisasi
(penbakaran), untuk menghancurkan bahan –bahan sekaligus mikroorganisme.
3)
Menguburkan.
IV. KESIMPULAN
Daya ultrasonic adalah bunyi yang dihasilkan diatas 2o
mhz, ultrasonic juga bisa digunakan untuk mengdiagnosis penyakit juga bias juga
untuk mengobati. Setiap orang bisa terkena infeksi jika memiliki ketahanan
tubuh yang tidak kuat, dan cara hidup yang tidak sehat juga penyebabnya.
Selain tempat
untuk menyembuhkan orang sakit, rumah sakit juga bisa menjadi depot penyakit,
yang ditularakn melalui pasien lain, dari tim medis, juga lingkungan
disekitarnya dari pengunjung , makanan dan peralatan yang digunakan. Siapapun
bisa beresiko sebagai pembawa infeksi dan bisa terkena infeksi.
Infeksi nosokomial bisa dicegah jika melakukan
tindakan praktik yang benar sesuai ketentuan dan melakukan pencegah dengan
mengacu pada pengendalian infeksi.
V. DAFTAR
PUSTAKA
Uliyah Musrifatul & A. Azis Alimul hidayat. 2008, Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk
Kebidanan. Jakarta : Salemba
Medika.
JNPK-KR. 2007. Asuhan Persalinan
Normal dan Asuhan Esensial Persalinan. Jakarta : JNPK-KR.
JNPK- KR. 2004. Panduan Pencegahan
Infeksi. Jakarta : JNPK-KR.
Gabriel. J. F. 1996, Fisika
Kedokteran. Bali : EGC
Wiklepedia Indonesia.
Fausto Abbas Kumar Mitchell. 2009, Buku
saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar